Tinjauan Hukum Islam Mengenai Hybrid Contract terhadap Produk Kartu Kredit Syariah

Authors

  • Mohammad Ghozali Universitas Darusalam Gontor
  • Fitra A. Fammy Universitas Darusalam Gontor

Keywords:

Hybrid contract
Kartu Kredit Syariah
Hasanah Card.

Abstract

Persoalan konsep syariah tidak  membolehkan dua akad dalam satu transaksi akad (two in one). Ada pendapat yang lain kaitan dengan  larangan two in one hanya mengenai tiga kasus saja yang di sebutkan dalam hadist yang berkaitan dengan larangan penggunaan hybrid contract. Salah satu produk pembiayaan yang sekarang menjamur di masyarakat adalah produk kartu kredit yang didalamnya mengandung akad hybrid contract. Dalam Kajian  ini, menggunakan kajian lapangan dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif, untuk mengetahui tentang akad yang digunakan pada obyek yang diteliti. Dengan mengadakan wawancara, observasi serta pengumpulan data setelah itu akan di analisa atas multi akad yang terkandung dalam produk kartu kredit syariah. Hasil dari penelitian ini adalah: 1)  Pada konsep akad yang digunakan pada kartu kredit syariah ialah (a) kafalah terjadi pengambilan ujrah, maka tidak diperbolehkan dalam syara’, akan tetapi menurut Wahbah Zuhaili, dalam situasi seperti ini, boleh memberikan imbalan atau kompensasi kepada kafi l karena memang terpaksa dan kondisi mendesak atau adanya hajat yang bersifat umum, akad yang kedua adalah akad (b) qardh pada akad ini, penerbit kartu (BNI Syariah) disini hanya berperan sebagai pemberi pinjaman (muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) sehingga konsep akad pada akad qardh ini sudah sesuai syariah. (c) ijarah terjadi pengambilan fee yaitu an- nual membership dan monthly membership, dalam akad pada dasarnya pengambilan ujrah diperbolehkan sehingga tidak melanggar syara’. 2) Aplikasi hybrid contract  pada kartu kredit syariah Walaupun akad yang digunakan terpisah tetapi terdapat akad yang berdiri sendiri yang belum sesuai syariah, sehingga pada penggabungannya terdapat penyelewengan atas batasan-batasan kebolehan multi akad yaitu pada aplikasi akad qardh terjadi hutang tapi disyaratkan untuk menabung maka akadnya menjadi tidak jelas disamping itu masih terdapat pengambilan keuntungan dan terdapat biaya ta’widh tidak sesuai dengan biaya riil yang keluar, sehingga hal ini menjadi rekayasa untuk itu jatuh kedalam riba.
Read More

Downloads

Submitted

2020-08-20

Accepted

2020-08-20

Published

2018-12-01

Issue

Section

Articles