ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 005/PUU-IV/2006 (BERDASARKAN ASAS NEMO JUDEX IDONEUS IN PROPRIA CAUSA DAN PRINSIP ISTIQLAL QADHA)

Authors

  • achmad Arif Universitas Darussalam Gontor
  • Affrizal Berryl Dewantara Universitas Darussalam Gontor

DOI:

https://doi.org/10.21111/ijtihad.v13i2.3540

Keywords:

Putusan, Asas Peradilan, Istiqlal Qadha

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi No.005/PUUIV/2006 yang menguji Undang-Undang Komisi Yudisialberkenaan dengan frasa “Hakim dan Hakim Konstitusi”mengundang perdebatan. Permohonan pengujian UU inidiajukan oleh Hakim Agung yang merasa dirugikan hakkonstitusionalnya dengan adanya pengawasan dari KomisiYudisial. Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaganegara yang diberi kewenangan oleh UUD 1945 untukmenguji undang-undang menerima permohonan ini danmengadilinya hingga putusan. Namun langkah yang diambilMahkamah Konstitusi ternyata menimbulkan pelanggaranasas peradilan yang berlaku di Indonesia yakni asas bahwahakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitan dengandirinya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa).Sebagai upaya islamisasi hukum, Islam sebagai agama yangkomprehensif juga mengatur mengenai prinsip kehakimandisebut dengan prinsip istiqlal qadha. Maka penulis berusahamenganalisis langkah Hakim Konstitusi menerima perkaraini dari sudut pandang hukum dan hukum Islam. daripenelitian ini menunjukan langkah yang dilakukan HakimKonstitusi dengan melanggar asas Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui kandungan dari Putusan No.005/PUUIV/2006 dari asas nemo judex idoneus in propria causaSelanjutnya penulis berusaha meninjau langkah HakimKonstitusi dalam menerima perkara tersebut dari prinsipprinsipistiqlal qadha.Hasil peradilan diatas bukan tanpasebab, namun karena Mahkamah Konstitusi sebagai satusatunyalembaga negara yang diberi kewenangan oleh UUD1945 maka Mahkamah Konstitusi memilih melanggar asasbahwa hakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitandengan dirinya sendiri dari pada asas hakim tidak bolehmenerima perkara yang diajukan kepadanya. Berdasarkanasas hakim harus menerima perkara yang diajukan kepadanya(ius curia novit) maka MK menerima dan mengadili kasusini. Dalam pandangan istiqlal qadha hal ini juga bukan suatupelanggaran karena Islam memandang hakim sebagai orangyang memiliki kompetensi tertentu yang mampu berijtihad,memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukankepadanya.PSelanjutnya penulis berusaha meninjau langkah HakimKonstitusi dalam menerima perkara tersebut dari prinsipprinsipistiqlal qadha.Hasil peradilan diatas bukan tanpasebab, namun karena Mahkamah Konstitusi sebagai satusatunyalembaga negara yang diberi kewenangan oleh UUD1945 maka Mahkamah Konstitusi memilih melanggar asasbahwa hakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitandengan dirinya sendiri dari pada asas hakim tidak bolehmenerima perkara yang diajukan kepadanya. Berdasarkanasas hakim harus menerima perkara yang diajukan kepadanya(ius curia novit) maka MK menerima dan mengadili kasusini. Dalam pandangan istiqlal qadha hal ini juga bukan suatupelanggaran karena Islam memandang hakim sebagai orangyang memiliki kompetensi tertentu yang mampu berijtihad,memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukankepadanya.utusan Mahkamah Konstitusi No.005/PUUIV/2006 yang menguji Undang-Undang Komisi Yudisialberkenaan dengan frasa “Hakim dan Hakim Konstitusi”mengundang perdebatan. Permohonan pengujian UU inidiajukan oleh Hakim Agung yang merasa dirugikan hakkonstitusionalnya dengan adanya pengawasan dari KomisiYudisial. Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaganegara yang diberi kewenangan oleh UUD 1945 untukmenguji undang-undang menerima permohonan ini danmengadilinya hingga putusan. Namun langkah yang diambilMahkamah Konstitusi ternyata menimbulkan pelanggaranasas peradilan yang berlaku di Indonesia yakni asas bahwahakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitan dengandirinya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa).Sebagai upaya islamisasi hukum, Islam sebagai agama yangkomprehensif juga mengatur mengenai prinsip kehakimandisebut dengan prinsip istiqlal qadha. Maka penulis berusahamenganalisis langkah Hakim Konstitusi menerima perkaraini dari sudut pandang hukum dan hukum Islam. daripenelitian ini menunjukan langkah yang dilakukan HakimKonstitusi dengan melanggar asas Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui kandungan dari Putusan No.005/PUUIV/2006 dari asas nemo judex idoneus in propria causa.1 Dosen Fakultas Syariah Prodi Perbandingan Madzhab universitas DarussalamGontor.2 Mahasiswa Fakultas Syariah Prodi Perbandingan Madzhab universitasDarussalam Gontor.Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/Puu-Iv/2006...170 Volume 13 Nomor 2, September 2019Selanjutnya penulis berusaha meninjau langkah HakimKonstitusi dalam menerima perkara tersebut dari prinsipprinsipistiqlal qadha.Hasil peradilan diatas bukan tanpasebab, namun karena Mahkamah Konstitusi sebagai satusatunyalembaga negara yang diberi kewenangan oleh UUD1945 maka Mahkamah Konstitusi memilih melanggar asasbahwa hakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitandengan dirinya sendiri dari pada asas hakim tidak bolehmenerima perkara yang diajukan kepadanya. Berdasarkanasas hakim harus menerima perkara yang diajukan kepadanya(ius curia novit) maka MK menerima dan mengadili kasusini. Dalam pandangan istiqlal qadha hal ini juga bukan suatupelanggaran karena Islam memandang hakim sebagai orangyang memiliki kompetensi tertentu yang mampu berijtihad,memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukankepadany

References

Syakhsiyatul Qaadhi Sabilu binaaihaa wa tanmiyatihaa, wa khimayatihaa, Seminar Muktamar Qadha Asy Syar’iy, Kulliyatul Asy Syariah, Jaamiatul Asy Syaariqoh. Abdullah, Nur Aina, Istiqlal Qadha Wujudkah Pelaksanaanya dalam Sistem Kehakiman di Malaysia, Jurnal Univertsiti Kebangsaan Malaysia. Abu Ahmad, Ahmad Shiyam Sulayman, Mabda’ Istiqlal Al Qadha fi Ad Adaulah Al Islamiyah, Al Jami’ah Al Islamiyah Gaza. Abu Dawud, Sunan, Bab Qadhi, Juz 3. Abu Faris, Muhammad Abdul Qadir, Al Qadha fil Islam, Amman : Darul Furqon 1995. Abu Talib, Hamid Muhammad, Tandzim Al Qadha’iy Al Islamiy, Mesir: Matba’ah Sa’adah 1982. Arto, A. Mukti, Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2015. Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi Bernegara, Malang: Setara Press 2016. Asyur, Muhammad Ath Thahir bin, Ushul Nizham Al Ijtima’iy fil Islam, Daar An Nafa’is, Arden Faridhi, Adrian, Penyimpangan Asas Nemo Judex Idoneus in Propria Causa dalam Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Universitas Lancang Kuning. Gaffar, Janedjri M., Kedudukan, Fungsi dan Peran Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Mahkamah Konstitusi. Isra, Saldi, Putusan Mahkamah Konstitusi No 005/PUU-IV/2006 (Isi, Implikasi dan Masa Depan Komisi Yudisial). Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Ilmu Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2002. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006. Rudyat, Charlie, Kamus Hukum, Pustaka Mahardika. Siahaan, Maruarar, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press 2006. Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Syarh Riyadhus Sholihin, Madaar Al Wathn Lin Nasyr, Jilid 1. Zuhayli, Wahbah, Tafsir Al Munir, Damaskus: Darul Fikr 2008, Jilid 8. Oxford Dictionary of Law, United Kingdom: Eighth Edition 2015. UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. http://www.legal-glossary.org/2013/03/23/nemo-judex-in-sua-causa/, diakses pada Jumat 22 Maret 2019 https://tafsirq.com/38-sad/ayat-26 diakses 6 April 2019 https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-135 diakses pada 6 April 2019 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 049/PUU-IX/2011

Downloads

Published

2019-09-01

Issue

Section

Articles